Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.
http://www.ladangtuhan.com/
Salah satu bentuk bisnis yang sangat marak belakangan ini adalah perdagangan saham dan valas (valuta asing). Dan dengan terjadinya krisis ekonomi dunia, rupanya perdagangan ini justru menjadi satu wilayah yang sangat menarik untuk dipelajari.
Pada saat situasi ekonomi memburuk, maka sebagian besar industri dan perdagangan menjadi macet. Akibatnya, sangat banyak perusahaan yang harus tutup atau mengalami penyusutan volume pekerjaan. Tetapi di lain pihak, situasi gejolak ekonomi menjadikan pergerakan atau fluktuasi mata uang dan nilai saham menjadi sangat bervariasi. Disini orang melihat peluang untuk memakai selisih pergerakan itu untuk mendapat "gain" (keuntungan).
1. Mengerti Ilmu Ekonomi
Alfred Marshall: "Ilmu ekonomi merupakan studi tentang umat manusia dalam kehidupan sehari-hari." Richard G. Lipsey, Pengantar Mikroekonomi, "Ilmu ekonomi adalah suatu studi tentang pemanfaatan sumber daya yang langka untuk meme¬nuhi kebutuhan manusia yang tidak terbatas." Sementara Alkitab menegaskan di dalam Kej 2:15, adalah "suatu usaha manusia sebagai wakil Allah untuk mendayagunakan dan memelihara alam demi kemuliaan Allah." Di dalamnya terkandung pertanggung jawaban manusia untuk melakukan keseimbangan antara eksploitasi dan preservasi alam demi kesejahteraan dan perjalanan manusia dan alam itu, sehingga pada akhirnya akan mem¬permuliakan Penciptanya.
Maka terdapat perbedaan mencolok dari mulai sejak definisi dan hakekat dasar itu. Di dalam format dunia, maka Ilmu Ekonomi terlepas sama sekali dari Allah sebagai Pemilik sumber daya dan Sumber Terakhir (Ultimate Source) dari segala sumber, dan hanya membicarakan masalah alam dan manusia secara independent. Iman Kristen melihat bahwa seluruh pengelolaan alam demi kesejahteraan manusia tidak terlepas dari hakekat alam dan manusia sebagai ciptaan Allah. Jika hanya berdasarkan pemikiran dunia, maka ilmu ekonomi hanya dimasukkan ke dalam ilmu sosial yang tunduk kepada kaidah-kaidah alam secara umum, tanpa mau melihat adanya kemungkinan intervensi Allah di dalam perjalanannya. Padahal di dalam iman Kristen, kita senantiasa melihat bahwa setiap tindakan manusia akan berkaitan dengan relasinya terhadap Allah, alam dan manusia lainnya. Maka ada "Variabel" yang utama yang tidak boleh diabaikan, yaitu bagaimana kehendak Allah di dalam perkembangan Ekonomi itu sendiri.
2. Perkembangan Prinsip Ekonomi
Akibat format definisi yang manusia tetapkan, tanpa mau kembali kepada definisi dan hakekat yang Allah tetapkan, maka dalam perkembangannya, prinsip ekonomi terus bergerak dan banyak membingungkan manusia itu sendiri. Berbagai usaha telah dilakukan untuk mengusahakan kesejahteraan manusia, tetapi fakta menunjukkan bahwa manusia semakin lama semakin terjerat oleh ilmu yang mereka tegakkan, dan pada akhirnya justru merusak dan menghancurkan kesejahteraan manusia sendiri.
a. Masuknya dosa ke dalam tatanan ekonomis -> destruktif
b. Perubahan hakekat ekonomi -> antroposentris
c. Perubahan tujuan ekonomis -> materialistis.
Gejala ini menjadikan ekonomi bergerak menjadi ekonomi yang sangat berbeda dari rencana Allah.
Khususnya di abad XX ini, maka ekonomi berubah dan sangat dipengaruhi oleh filosofi abad-abad sebelumnya, yang sangat bersifat utilitarianistik. Ekonomi bergeser menjadi Risk Economy.
Ekonomi Resiko, berpandangan bahwa upaya ekonomi akan dibandingkan dengan resiko yang diambil. Ekonomi adalah usaha mendapat gain melalui pengambilan resiko. Resiko itulah yang dibayar. Maka tanpa sadar, pola ini menjadikan manusia masuk kepada pola ekonomi perjudian (gambling-economy). Di dalam aspek inilah permainan valas dan saham dikerjakan.
Alkitab sama sekali tidak mengkaitkan ekonomi dengan resiko. Ekonomi justru harus dilakukan dengan cermat dan hati-hati, dengan memperhitungkan semua kepentingan, agar apa yang dikerjakan tidak merugikan siapapun. Akibatnya, seluruh dunia akan sejahtera. Namun, sifat dosa tidak membiarkan hal itu terjadi. Sifat dosa sangat berlawanan dengan format dan filosofi Alkitab ini. Dosa justru memakai format Humanisme dan Materialisme untuk mencapai tujuannya (2Tim 3:1-2). Salah satu penerapannya adalah dalam aspek perdagangan valas dan saham.
3. Prinsip Valas dan Saham
a. Prinsip Valas
Valuta Asing adalah uang resmi dari suatu negara. Pada hakekatnya, uang adalah standar tukar bagi manusia untuk membeli dan menjual. Maka, posisi uang harus merupakan basis bagi perbandingan dengan nilai barang-barang yang lain.
Jika kita melihat dari sejarah, maka pada awalnya manusia melakukan barter di dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Tetapi sistim barter ini dirasakan sebagai kesulitan untuk menentukan nilai dan setiap kali harus ada barang barternya. Maka itulah mulainya dipikirkan adanya uang sebagai alat penukar yang bisa menjadi standar untuk semua barang.
Berdasarkan hal di atas, maka uang haruslah merupakan standard, yang harusnya tidak boleh bergerak.
Tetapi globalisasi telah menimbulkan tuntutan terjadinya penukaran valas. Sebenarnya, jika perbandingan antar mata uang itu merupakan perbandingan tetap, maka tidak akan ada masalah, karena tetap uang menjadi standar nilai yang diperbandingkan juga dengan nilai tetap/standar.
Namun, ternyata fakta tidaklah demikian. Kondisi ekonomi negara menyebabkan timbulnya fluktuasi nilai mata uang. Dan keadaan ini dilihat oleh beberapa orang oportunis sebagai peluang untuk mendapatkan "gain." Disinilah dimulainya terjadi pasar uang. Akibatnya, perdagangan valas akan berseberangan posisi dengan hakekat mata uang itu sendiri. Uang sebagai standar menuntut mapannya posisi mata uang, sedangkan perdagangan mata uang justru menuntut terjadinya fluktuasi mata uang. Ketika mata uang mapan, maka tidak akan ada perdagangan valas yang menguntungkan. Maka diperlukan gejolak dan spekulasi, atau kalau perlu manipulasi, agar bisa mendapat keuntungan lebih. Tetapi, jika nilai mata uang bergerak terus, maka perdagangan akan sulit dilakukan, karena standarnya mengambang dan berubah. Maka di negara dimana fluktuasi nilai mata uangnya bergerak tak beraturan, sulit untuk perdagangan bisa dilakukan apalagi dimajukan.
Daya tarik: Mengapa permainan valas ini menjadi isu menarik untuk setiap orang yang ingin mencari keuntungan. Alasan inti adalah setiap orang berdosa begitu dikuasai oleh filsafat utilitarian, di mana setiap keuntungan harus diraih, tidak peduli untuk itu ada pihak-pihak yang dirugikan. Dalam kasus valas, maka karena uang merupakan standar dan merupakan basis, seharusnya terjadi kestabilan dan kekekalan relatif dari sifatnya. Tetapi karena kestabilan ini digoyah, pasti akan ada yang dirugikan. Seharusnya, valas tidak boleh diperjual-belikan, (demikian juga saham), secara bebas, tetapi harus hanya untuk kepentingan trading/perdagangan/transaksi antar negara. Dan untuk itu, semua nilai pertukaran harus distandardisasi dan dijamin secara internasional. Dalam hal ini, juga terjadi kepentingan-kepentingan tertentu antara negara tertentu terhadap negara lain, sehingga hal ini sulit dilakukan.
b. Prinsip Saham
Saham adalah turut ambil bagiannya orang-orang di dalam permodalan suatu perusahaan. Maka untuk penambahan modal kerja, agar perusahaan dapat lebih berkembang, dikeluarkanlah saham yang bisa dimiliki oleh masyarakat. Dengan demikian, masyarakat turut serta memiliki perusahaan dan akan mendapatkan pembagian keuntungan perusahaan.
Saham, sebagai penanaman modal kepada suatu perusahaan, tentu diasumsikan untuk menjadi modal jangka panjang. Artinya, penamanan modal pada perusahaan tidak bisa langsung dilihat keuntungan atau kerugiannya secara mendadak. Perusahaan akan mempergunakan dan mendayagunakan modal tersebut secara jangka panjang. Dan hasilnya akan dirasakan di dalam jangka yang panjang pula.
Karena saham merupakan partisipasi modal perusahaan, maka tentu saham ini bisa dipindahtangankan, atau dengan kata lain, diperjual-belikan. Sehingga pemilikan saham bisa beralih.
Tetapi munculnya saham ini telah menarik pada oportunis untuk mempergunakan saham menjadi tempat mendapatkan "gain" (keuntungan). Jual beli saham kemudian dipengaruhi oleh sentimen pasar, akan untung atau ruginya suatu perusahaan. Maka jika perusahaan itu berprospek baik, sahamnya akan meningkat dari harga nominalnya. Kondisi ini menjadikan saham alat spekulasi untuk mendapatkan keuntungan. Maka terkadang, bukan karena alasan yang jelas, tetapi karena pengaruh suara-suara yang sengaja diciptakan orang menciptakan opini atau sentimen tertentu demi untuk mendapatkan gain. Maka tidak heran di dalam perdagangan saham, bisa terjadi dalam satu hari pergerakan naik turun yang sangat cepat dari nilai suatu saham. Padahal pada saat itu, perusahaan berproses tidak sedemikian cepat. Itu berarti, saham dan kemudian tentunya nasib perusahaan itu, dipermainkan oleh para pembuat sentimen di pasar modal. Disini saham telah mengalami distorsi makna dan hakekatnya.
Daya tarik: Saham seharusnya dimiliki untuk turut urun serta dalam permodalan sebuah perusahaan, agar kinerja perusahaan itu bisa lebih baik. Dan setiap orang yang turut mengurunkan saham atas perusahaan itu, berhak mendapatkan keuntungan senilai keuntungan perusahaan (devident). Tetapi persoalannya, dunia bisnis melihat kalau peluang utilitarian tidak dibuka, maka manusia akan merasa tidak untung, dan tidak mau membeli saham. Maka untuk itu perlu diberi "umpan" yang pada akhirnya justru merusak tantanan permodalan sebuah perusahaan. Dampak permainan modal ini sama sekali tidak dipedulikan, hanya demi untuk setiap orang mencari keuntungan bagi dirinya sendiri.
4. Ketidakberesan dalam Perdagangan ini
a. Melanggar hakekat aslinya
Seperti telah diungkap diatas, bahwa permainan valas dan saham merupakan suatu gejala ekonomi yang tidak wajar. Di sini terjadi pelanggaran akan hakekat asli dari uang atau saham. Memang secara pragmatis kita bisa mengatakan bahwa tindakan tersebut tidak melanggar hukum, bahkan negarapun melakukannya. Tetapi pada dampak jangka panjangnya tidak akan menguntungkan bagi dunia bisnis dan ekonomi, karena ekonomi pada hakekatnya bukan mencari keuntungan, tetapi bagaimana mengelola sumber daya dengan baik, sehingga bisa menyejahterakan seluruh umat manusia. Di sini ekonomi digarap hanya dengan menggunakan pra-asumsi utilitarianisme.
Dengan basis utilitarianisme ini, maka etika bisnis menjadi sangat lemah dan diabaikan.
b. Menjadi permainan spekulasi
Perdagangan uang dan saham sekalipun katanya ada "teori"-nya, pada hakekatnya tidak lebih dari suatu tindakan spekulatif. Tidak heran jika para pialang di bursa saham selalu di dalam keadaan "tegangan tinggi" dan banyak yang bunuh diri. Perdagangan ini lebih mirip suatu judi ketimbang perdagangan yang wajar. Demikian pula pergerakan nilai mata uang juga lebih merupakan suatu spekulasi ketimbang adanya penghitungan yang bisa diandalkan. Maka kembali lagi, ekonomi bukanlah ekonomi yang baik, tetapi ekonomi spekulatif yang beresiko tinggi yang dimainkan. Tidak lain ekonomi seperti ini sama dengan permainan di meja judi.
c. Memperdagangkan barang non-komersial
Uang dan saham seharusnya merupakan barang-barang yang non-komersial. Uang dan saham adalah surat pengganti nilai asli yang lain. Seharusnya ia hanya menjadi simbol dan bukan barang dagangan. Tetapi di dalam pasar uang dan pasar modal, justru simbol ini diperdagangkan. Disini terjadi pelanggaran hakekat, yang pasti akan menimbulkan konflik. Hal ini terjadi karena adanya sikap oportunis dan sikap utilitarian dari manusia modern yang hanya memikirkan gain and pleasure yang pragmatis di dalam hidup ini.
5. Dampak yang Ditimbulkan
a. Goyahnya Perdagangan
Dampak pertama yang terjadi akibat permainan uang dan saham adalah goyahnya fondasi perdagangan. Untuk suatu perdagangan yang baik, diperlukan kestabilan kedua aspek di atas. Diperlukan nilai uang yang baku, tidak bergerak dan stabil. Dengan demikian perdagangan, seperti pembelian dan penjualan barang bisa dihitung dengan baik. Diperlukan nilai saham yang konstan, agar modal perusahaan tidak dipermainkan di pasar saham. Jika suatu perusahaan "nasib"-nya ditentukan oleh para spekulan di pasar modal, maka kehidupan perusahaan yang go-public sangat berbahaya.
b. Gambling-business
Dampak buruk kedua yang terjadi adalah menciptakan suatu preseden gambling-business. Di akhir abad XX ini, tendensi bisnis sudah bergeser menjadi suatu petualangan judi. Ekonomi justru diarahkan pada "perjudian." Dengan konsep utilitarianistis dimana setiap orang berusaha mengejar pleasure, dengan tidak mempedulikan aspek moral, maka manusia menjadi hedonis dan berusaha mengejar keuntungan sebesar-besarnya dengan segala cara dan daya. Disini terjadi kerusakan etos ekonomi di dalam kehidupan manusia.
6. Panggilan Kristen
a. Menyadarkan masyarakat akan bahaya gambling-business. Kekristenan harus sesegera mungkin berteriak menyadarkan dunia akan bahaya dari bisnis yang bersifat perjudian ini.
b. Mengembalikan etos ekonomi yang sebenarnya. Definisi ekonomi harus dikembalikan kepada definisi yang tepat. Kesalahan konsep dasar ekonomi menjadikan manusia berdosa mendapatkan peluang seluas-luasnya untuk menggarap dosanya.
c. Menyadarkan bahwa pola bisnis utilitarian tidak akan menyeahterakan manusia. Orang Kristen harus segera memberikan argumentasi yang kuat bahwa pola bisnis dan filsafat hidup utilitarian hanya akan memberikan kebahagiaan sesaat, yang pada hakekatnya justru akan menimbulkan "pain" yang sesungguhnya.
d. Memperjuangkan kestabilan ekonomi secara global. Perlunya ada orang-orang Kristen yang berperan kuat di dunia ekonomi dan memperjuangkan kestabilan ekonomi secara global. [/size][/color]
Pdt. Sutjipto Subeno, S.Th., M.Div. adalah gembala sidang Gereja Reformed Injili Indonesia (GRII) Andhika, Surabaya; Direktur: Toko Buku Momentum dan Studi Korespondensi Reformed Injili Internasional (SKRII). Beliau adalah co-founder dari Yayasan Pendidikan Reformed Injili LOGOS (LOGOS Reformed Evangelical Education). Selain itu, beliau adalah dosen di Institut Reformed, Jakarta dan Sekolah Theologi Reformed Injili Jakarta (STRIJ). Beliau juga adalah seorang pengkhotbah KKR dan hamba Tuhan yang menguasai bidang-bidang, seperti ekonomi, pendidikan, hukum, etika dan sosial politik. Beliau menyelesaikan studi Sarjana Theologi (S.Th.) dan Master of Divinity (M.Div.) dari Sekolah Tinggi Theologi Reformed Injili Indonesia (STTRII) Jakarta.